0813 3186 3666 smpmusasi@gmail.com

Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Pembelajaran Mendalam

Oleh

edy prawoto

masjidmuhammadiyah.com

Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, bukan hanya seorang ulama dan reformis, tetapi juga seorang pendidik visioner. Di awal abad ke-20, ketika pendidikan formal di Indonesia masih terbatas, ia mendirikan sekolah-sekolah yang mengusung pendekatan pembelajaran mendalam—sebuah metode yang kini dikenal dengan pilar meaningful, mindful, dan joyful. Pendekatan ini tidak hanya mencerdaskan intelektual, tetapi juga membentuk karakter dan kesadaran spiritual siswa.

-
people visited this page
-
spent on this page
0
people liked this page
Share this page on

Latar Belakang Kiai Ahmad Dahlan sebagai Pendidik

Lahir pada 1868 di Yogyakarta, Kiai Ahmad Dahlan tumbuh di lingkungan pesantren yang kental dengan tradisi keilmuan Islam. Namun, ia tidak terpaku pada metode tradisional seperti weton atau sorogan, yang cenderung hafalan dan tekstual. Sebaliknya, ia melihat pendidikan sebagai jembatan untuk membawa perubahan sosial. Pada 1911, ia mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, diikuti oleh Hooge School Muhammadiyah (kemudian Kweek School Muhammadiyah), yang menggabungkan ilmu agama dan umum. Pendekatan ini menunjukkan visinya: pendidikan harus relevan, kontekstual, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.

Pembelajaran mendalam, meskipun istilahnya baru muncul di era modern, tampak jelas dalam metode pengajaran Kiai Dahlan. Ia tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menanamkan makna, kesadaran, dan kebahagiaan dalam proses belajar. Bagaimana ia melakukannya? Mari kita bedah melalui pilar-pilar pembelajaran mendalam.

suaramuhammadiyah.id

Mindful Learning: Menumbuhkan Kesadaran Spiritual dan Sosial

Pilar mindful learning menekankan kesadaran penuh dalam belajar, baik terhadap materi maupun tujuan hidup. Kiai Dahlan menerapkan ini melalui pengajaran Al-Qur’an yang tidak sekadar hafalan, tetapi mendalami makna. Sebagai contoh, ia pernah mengajarkan Surah Al-Ma’un selama tiga bulan dan Surah Al-’Ashr selama delapan bulan. Mengapa begitu lama? Karena ia ingin siswa benar-benar memahami esensi ayat-ayat tersebut, seperti kepedulian terhadap anak yatim dan orang miskin dalam Al-Ma’un, serta pentingnya waktu dan amal shalih dalam Al-’Ashr. Pendekatan ini mendorong siswa untuk merenung, menghubungkan ajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan menjadikan pembelajaran sebagai proses reflektif.

Bukti lain dari mindful learning terlihat dari cara Kiai Dahlan mengajak siswa memahami “untuk apa belajar”. Ia sering mengingatkan bahwa ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kebaikan umat. Dalam buku Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinan (2019) karya M. Yunan Yusuf, dicatat bahwa Kiai Dahlan menanamkan kesadaran bahwa pendidikan adalah alat untuk memperbaiki masyarakat, bukan sekadar mengejar prestasi akademik. Pendekatan ini selaras dengan mindful learning, yang mengajak siswa untuk belajar dengan penuh kesadaran akan tujuan yang lebih besar.

Meaningful Learning: Pendidikan yang Relevan dan Kontekstual

Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) bertujuan menghubungkan materi dengan kehidupan nyata, sehingga siswa melihat relevansi ilmu yang dipelajari. Kiai Dahlan adalah pelopor dalam hal ini. Ia memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum sekolahnya, sebuah langkah revolusioner pada masa itu. Di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, siswa tidak hanya mempelajari Al-Qur’an dan fiqih, tetapi juga matematika, bahasa Belanda, dan ilmu pengetahuan umum. Menurut Adi Nugroho dalam Muhammadiyah dalam Sorotan Sejarah (2015), pendekatan ini bertujuan membentuk individu yang seimbang: kuat secara spiritual, moral, dan intelektual, serta mampu menjawab tantangan zaman.

Contoh nyata adalah bagaimana Kiai Dahlan mengajarkan ilmu agama secara kontekstual. Ia tidak ingin siswa hanya menghafal teks, tetapi memahami bagaimana ajaran Islam dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ia mengajarkan pentingnya menyantuni anak yatim dan fakir miskin, yang kemudian diterapkan dalam kegiatan sosial seperti membantu masyarakat miskin. Pendekatan ini membuat pembelajaran tidak hanya relevan, tetapi juga membumi, memberikan makna yang mendalam bagi siswa.

Selain itu, Kiai Dahlan memperkenalkan metode pengajaran modern dengan menggunakan meja, kursi, dan papan tulis—sesuatu yang tidak biasa di pesantren pada masa itu. Dalam Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (2017) karya Karel Steenbrink, dicatat bahwa inovasi ini menunjukkan kepekaan Kiai Dahlan terhadap kebutuhan zaman, sekaligus memastikan bahwa pendidikan yang diberikan relevan dengan perkembangan global.

Joyful Learning: Belajar dengan Sukacita

Pilar joyful learning menekankan bahwa proses belajar harus menyenangkan agar siswa tetap termotivasi. Kiai Dahlan memahami ini dengan baik. Ia menciptakan suasana belajar yang berbeda dari pesantren tradisional, yang sering kali kaku dan monoton. Dengan memperkenalkan sistem kelas modern dan metode pengajaran yang interaktif, ia membuat pembelajaran lebih menarik. Misalnya, penggunaan alat peraga seperti papan tulis memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif, bukan hanya mendengarkan ceramah.

Bukti lain dari joyful learning adalah pendekatan Kiai Dahlan dalam membangun komunitas belajar yang kolaboratif. Ia sering mengajak siswa berdiskusi dan berbagi ide, menciptakan suasana yang mendorong kreativitas. Dalam Biografi K.H. Ahmad Dahlan (2013) karya Solichin Salam, dicatat bahwa Kiai Dahlan sering menggunakan cerita-cerita inspiratif dari kehidupan Nabi Muhammad untuk memotivasi siswa, membuat pembelajaran lebih hidup dan menyenangkan.

Selain itu, pendirian organisasi Muhammadiyah pada 1912 juga menjadi wadah untuk memperluas pengalaman belajar siswa melalui kegiatan sosial, seperti bakti masyarakat dan pengajian. Aktivitas ini tidak hanya mendidik, tetapi juga membawa kebahagiaan karena siswa merasa berkontribusi pada kebaikan bersama.

Relevansi Pendekatan Kiai Dahlan di Era Modern

Pendekatan pembelajaran mendalam Kiai Ahmad Dahlan tetap relevan hingga kini. Pilar mindful learning mengajarkan kita untuk belajar dengan penuh kesadaran, menghindari distraksi, dan fokus pada tujuan yang lebih besar. Meaningful learning mengingatkan bahwa pendidikan harus relevan dengan kehidupan nyata, bukan sekadar mengejar nilai. Sementara joyful learning menunjukkan bahwa suasana belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa.

Bukti-bukti historis, seperti pendirian sekolah, pengajaran kontekstual Al-Qur’an, dan inovasi metode pengajaran, menegaskan bahwa Kiai Dahlan adalah pelopor pembelajaran mendalam. Ia berhasil menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk karakter dan membawa perubahan sosial. Pendekatannya menjadi inspirasi bagi pendidik modern untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, penuh kesadaran, dan menyenangkan.

Kiai Ahmad Dahlan bukan sekadar pendidik, tetapi juga arsitek pendidikan yang visioner. Dengan mengusung pembelajaran mendalam melalui pendekatan mindful, meaningful, dan joyful, ia menunjukkan bahwa pendidikan adalah seni untuk menyemai makna dalam hati dan pikiran siswa. Warisannya dalam dunia pendidikan, khususnya melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, tetap hidup dan menginspirasi hingga hari ini. Mari kita ambil pelajaran dari Kiai Dahlan: belajar bukan hanya tentang mengetahui, tetapi juga tentang memahami, merasakan, dan berbagi kebaikan.

Related Post

Leave a Comment